Selasa, 05 Juli 2011

"502-BS Visaton" Speaker, Step by Step

Prototipe "502-BS Visaton".
Perancangan speaker bookshelf  "502-BS Visaton" berawal dari sini, bahwa kabinet telah tersedia sehingga saya tak memiliki cukup ruang gerak. Tapi ok lah, ini tantangan bagi saya... Bagaimana merancang sistem speaker dengan kabinet yang tersedia, dan bukan berangkat dari rekomendasi volume kabinet berdasarkan perhitungan kebutuhan optimal woofer.

Kabinet yang tersedia adalah 7 liter internal, tinggi eksternal 30 cm, dan ukuran diameter port internal 3,75 cm. Aduh... volume boks terlampau kecil, sebab menurut catatan aplikasi Visaton, pada closed box saja Visaton SC13 membutuhkan volume 10 liter.


Oh..., jangan khawatir, saya akan coba menghitungnya, mencari pendekatan optimal bagi SC13 pada 7 liter vented box. Simulator software "BassBox 6 Pro" (BB6) membantu saya dalam menentukan tuning boks (fb). Catatan: BB6 ini cuma pinjaman teman, saya belum mampu membelinya, hehehe....


Tahap 1: Memasukkan parameter T/S (TSP) Visaton SC13 ke simulator BB6. Catatan: Saya menggunakan TSP di web Visaton, bukan TSP yang tersedia di database BB6. Terdapat perbedaan. 
Memasukkan TSP dari Visaton SC13. Lihat tanda panah merah.
Hasil olahan BB6 menunjukkan bahwa SC13 bisa dipakai juga untuk vented box (reflex cabinet). Lihat "termometer" yang ditunjukkan oleh panah merah.

Tahap 2: Memasukkan data ukuran internal kabinet dan diameter reflex port pada BB6, yaitu 7 liter dan 3,75 cm, serta lapisan peredam (damping) yang diinginkan.
Memasukkan Fb (tuning frekuensi boks) yang diinginkan.

Memasukkan diameter internal port yang diinginkan dan memperoleh informasi panjang port.
Memasukkan tebal-tipis penggunaan damping material.
Hasil olahan BB6 menunjukkan bahwa ia menyarankan boks tuned (fb) pada 92 Hz (F3: 77 Hz), panjang port hanya 1,85 cm. Aduh, fb terlalu tinggi dan port terlalu pendek, nggak pakai pipa jadinya, sebab tebal papan belakang saja sudah 18 mm. Nanti saya dikira sengaja berhemat biaya pipa PVC, hehehe... Tetapi bukan itu... masalahnya adalah, kurva amplituda menjadi menanjak, kurang rata di bass.        

Saya mencoba menurunkan fb, membuat respons bass menjadi sedikit lebih rata dengan harapan bass akan lebih empuk. Namun, dengan F3 77 Hz sebagaimana di atas tadi, maka saya pikir fb terendah yang masuk akal nggak akan lebih rendah daripada 75Hz. Ok, saya masukkan fb pada 75 Hz, F3 jatuh pada 73 Hz, dan panjang port menjadi 4,69 cm. Dengan catatan, damping (peredam) adalah typical (satu lapis pada semua sisi dalam boks).

Tahap 3: Hasil dari tahap 1 dan 2 di atas adalah sejumlah plot curve di bawah ini. Dengan mengamati lika-liku berbagai kurva ini saya harus memastikan bahwa upaya simulasi tuning boks telah optimal.

Kurva amplitude response pada input power 1 watt (atas) dan 40 watt (bawah). Daya 40 watt adalah sesuai dengan nominal power handling dari Visaton SC13. Saya memastikan bahwa SPL pada 1 watt adalah sekitar 90 dB, sedangkan SPL pada 40 watt adalah sekitar 107 dB. Catatan penting  lain dari hasil mendalami kurva ini terutama natural roll-off-nya untuk membidik rancangan cross-over point nantinya. Terlihat dari kurva, titik potong cross-over SC13 bisa dimulai dari 2kHz ke atas... Dus, kita tinggal mencocokkannya nanti dengan kurva amplitude response dari tweeter yang akan dipakai.   
 

Selain amplitude response, saya juga memeriksa plot curve untuk phase response, impedance response, dan cone displacement.
  
Phase response, lumayan rata.
Impedance response... sebelum equalisasi.
Cone displacement pada input power 40 watt.
Yang juga tak kalah penting adalah memeriksa vent air velocity (kecepatan udara yang melalui pipa portalias vent mach pada daya 40 watt. Ini untuk memastikan bahwa pada daya nominal 40 watt, tidak terjadi vent distortion (vent turbulence). Jika ada tanda-tanda boks akan tersengal-sengal dan timbul distorsi port pada input power 40 watt, mau tak mau saya harus membesarkan diameter pipa port. 
Vent mach pada daya 40 watt dengan diameter port 3,75 cm sepanjang 4,69 cm. Kurva ini memastikan bebas turbulence pada pipa port. Jika ada tanda-tanda turbulence, puncak kurva akan berwarna lain (coklat). 
Selesai deh pekerjaan tuning box. Untuk sementara, biarlah saya mempercayai kerja simulator software BB6, toh nanti saya akan mengukur actual-nya dengan measuring software alias alat ukur RTA (real time analyzer). 

To be continue.... The next is crossover design with RTA. So, don't miss it.... Sekarang saya mau bersih2kan badan dan bobo. Sudah pukul 2.24 menjelang dinihari. Wuaaaah...


Tulisan terkait:

2 komentar:

Silakan isi komentar Anda....